Tuh. Hari pertama MOS aja udah membuatku hancur banget. Ugh masa kami para cewek harus mengepang rambut kami sebanyak-banyaknya? Yang benar saja! Apalagi kami dipaksa membawa barang-barang yang nggak ada gunanya. Kalau buat nyiksa murid-murid baru buat apa coba? Nggak ada gunanya.
“Heh. Ngapain kamu ngeliatin aku seperti itu?” bentak seorang cewek yang dandanannya udah kayak model gadungan. Aduh… dia nggak cocok banget ikutan OSIS. Pasti buat gaya-gayaan. Idih kasian banget.
“Nggak kok kak. GR banget,” bantahku.
“Wow… kamu berani membantah ya? Siapa nama kamu?!”
“Lola.”
“Oke, Lola, scott jump 20 kali!”
Astaga… aku udah menghitung hukumanku. Kali ini adalah hukumanku yang ke 5. Argh… mereka hobi banget nyiksa anak-anak yang masih polos! Eh tapi aku nggak ya. Aku bukan anak-anak yang masih nangis kalau nggak ada mama di rumah. Itu bukan Lola banget.
Huff… udah sejauh ini perjuanganku di sekolah sialan ini. Pokoknya besok aku harus buat pembalesan! Nggak bisa donk. Enak aja asal injak-injak. Ini masalah harga diri, man… Nggak ada sejarahnya Lola Ellese Lilian diinjak-injak sama orang. Nggak ada.
“Udah deh, La. Lo nurut aja. Biasanya kan lo yang sok ngebos. Sekarang ini anggap aja sebagai hukuman lo semasa di SMP,” kata Elin saat kami berdua berjalan pulang. Kebetulan banget rumah kami sejajar. Jadi kami sering pulang bareng. Elin sahabatku sejak kecil. Jadi kami berdua udah sangat dekat kayak saudara.
“Maksud lo karma? Gue nggak percaya. Ah, pokoknya gue bakalan bales tuh cewek-cewek ganjen. Nggak pantes banget kali ikutan organisasi kayak gitu. Pasti dibuat gaya-gayaan.”
“Ya ya ya. Whatever.”
Tiba-tiba saja Elin terdiam. Dia memelototkan matanya saat kami sampai di parkiran sekolah. Pandangannya terarah ke sebuah arah dan otomatis aku mengikuti arah pandangannya.
“Kenapa lo?” tanyaku. Elin meremas telapak tanganku.
“Aduh Lola… itu bukannya kak Sadam ya?”
“Heh? Sadam siapa?” aku lebih mengfokuskan pandanganku sehingga dapat menangkap gambaran yang dimaksud Elin. “Wowowow… dia sekolah di sini juga? Masa sekolah di sini juga coba???”
Aduh kenapa juga sih cowok bego itu sekolah di sini? Kalau tau gitu aku sih nggak bakalan mau sekolah di sini meskipun Britney Spears jadi guru musik di sekolah ini. Atau Justin Bieber jadi kakak kelasku sekalian. Sumpah deh, aku nggak mau satu sekolah sama cowok sok seperti Sadam itu. Dia itu anaknya tante Irma. Tante Irma itu temannya mama aku. Sumpah, nyebelin banget tuh cowok. Dia bakalan aku masukin ke MY HELL LIST di buku harianku.
“La, mampus nih. Kita bakalan kena masalah.”
“Udah ah ayo cepetan cabut sebelum si Sadam tau kalau kita sekolah di sini.”
“Percuma aja. Lama kelamaan dia pasti tau, Lola. Lo kira sekolah ini benua Eropa, apa?”
Aku menggandeng tangan Elin dan segera berlari menjauh dari parkiran sekolah. Aku berdoa dalam hati, semoga si Sadam nggak melihat kami berdua. Ya ampun… aku nggak bisa membayangkan apa yang bakal dilakukan Sadam kalau tau aku satu sekolah dengannya. Dia dendam sekali denganku gara-gara waktu aku dan mama berkunjung ke rumah tante Irma, aku nggak sengaja menabrak sepeda motornya sehingga ambruk dan menimpa mobil ferrarinya. Yah… jadinya kedua benda kesayangannya terdapat bekas goresan yang cukup parah. Akibatnya dia memakiku sesuka hatinya. Bukan hanya itu. Banyak sekali kejadian yang membuat kami saling memaki. Ironis.
***
HARI MOS kedua lumayan menyiksa. Tapi nggak separah kemarin karena aku selalu lolos dari hukuman gara-gara bantahanku. Awalnya sih aku dijatuhi hukuman serius, tapi aku terselamatkan oleh kakak baik di depanku ini.“Jangan mencari kesalahan yang nggak diperbuat mereka!” bisik kakak di depanku itu. Aduh… sumpah, ganteng banget. Oh Justin Bieber, maafkan aku, aku udah menemukan penggantimu—eaaa…
“Tapi dia itu ngebantah gue, Raf!”
“Ya elonya keterlaluan sih.” Kakak penolongku itu akhirnya menatapku. Aww… aku jadi salting nih. “Kamu Lola kan? Ikut aku sekarang juga.”
Eh???
“Kenapa, Kak?” tanyaku polos dan sok imut. Yah supaya kakak itu nggak langsung menilaiku jelek.
“Ikut aja.”
Mau tak mau aku mengikutinya di belakang. Aku sedikit berlari dan membuat rambutku yang kukuncir kuda bergoyang—kali ini kami para cewek disuruh menguncir dua rambut kami. Kakak ini kalau jalan cepet banget sih.
Kami berdua berhenti di sebuah taman yang agak asing bagiku. Di sana udah ada beberapa anak baru yang duduk-duduk dan saling ngobrol satu sama lain. Aku jadi bertambah bingung.
“Kenapa kak? Kok aku diajak ke sini?”
“Hm… aku dengar kamu adalah anak yang paling bandel di antara teman-teman barumu. Jadi aku memberikan tempat khusus untuk anak-anak macam kalian.”
Aku langsung mengerucutkan bibir mendengar ucapannya. “Lo kira gue masih anak-anak? Nggak usah bicara seolah gue masih anak-anak. Gue udah 15 tahun. Ngerti?”
“Nggak. Udah. Kamu gabung ke sana. Nanti kalian mendapatkan instruksi dari kakak OSIS yang ada di sana.”
Aku menghentakkan kaki dan melenggang pergi. Meskipun sedikit kesal, tapi aku agak senang juga diajak ngomong sama copy-annya Justin Bieber. Hahahaha. Cukup.
“Hai. Gue kelompok kalian yang baru,” ujarku dengan ekspresi kecut.
“Oh. Kamu pasti Lola,” tebak seorang cewek. Wajahnya sangat sejuk. Aku bisa menebak dia pasti cewek yang baik.
“Yep.”
“Selamat bergabung Lola. Sekarang kamu dan mereka satu tim.”
Idih najis banget kalau harus satu tim sama anak-anak alay seperti mereka. Coba lihat saja. Ada yang cowok, dandanannya urakan kayak preman. Ada lagi satu cewek yang dandanannya ala Barbie—lebay… Dan bla bla bla… Aduh… aku bisa mati bosan di sini.
“Hai, Lola. Gue Miley,” cewek ala Barbie itu memperkenalkan dirinya. Aku hanya tersenyum kecut.
“Lo udah tau nama gue kan, Miley.”
Miley membalasnya dengan senyuman kecut juga.
Hell.
***
“APA?! Jadi Sadam itu kapten basket di sini?!” teriakku esok harinya di MOS terakhir saat kutahu Sadam itu ternyata kapten basket di SMA Tunas Bangsa. Elin mengangguk dan terlihat seperti stres berat. Iyalah… gebetannya kan anak basket. Jadi dia memiliki ruang gerak yang nggak bebas buat PDKT. Kasihan…“Gue dikasih tau sama gebetan gue. Eh… shock banget gue, Nying!”
Aku terkikik dan segera mengalihkan pandanganku ke arah suatu tempat di kafetaria ini. Ah! Kakak penolongku itu ada di sini juga ternyata!
“Eh, La. Bentar lagi bel nih. Balik yuk,” ajak Elin. Idih… nggak mau ih. Padahal ada pemandangan yang bagus banget tau. Elin nggak enak-enakin aja ih.
“Eh… Lin, gue mau beli sesuatu lagi nih. Lo duluan aja ya.”
“Tapi, La…”
“Udah nggak apa. Sana sana!”
Elin menghela napas berat. Dan dengan langkah berat akhirnya meninggalkanku di kafetaria. Aku berjalan menuju konter pura-pura mencari minuman di lemari pendingin. Yah… pokoknya caper-caper gitu deh. Dan tanpa kuduga juga, si kakak menabrakku. Aduh! Sakit banget, Nying! Gila… pantatku rasanya kayak ditusuk-tusuk gitu.
“Oh, Lola. Maaf ya,” ujar Justin Bieber 2 dan mengulurkan tangannya. Alamak… aku nggak tau seperti apa ekspresiku saat ini. Pasti terlihat bego banget.
“Ng-nggak apa kok, Kak.” Aku menyambut uluran tangan kakak itu dan berdiri. Eh, sumpah. Rasanya dag dig dug banget. Kayak ngebelah atmosfir berlapis-lapis, meluncur bersama paus akrobatik, dan menuju rasi bintang yang paling manis… STOP! Kok malah iklan -_-
“Eh, dari kemarin aku nggak tau nama kakak.”
“Rafa.”
Rafa? Idih… keren banget namanya! Rafael SMASH ya? HAHAHAHAHAHA.
“Oh… maaf ya kak Rafa. Kemarin aku kasar sama kakak. Abis… aku paling nggak suka dibilang ‘anak-anak’.”
“Nggak apa kok. Eh, bentar lagi bel. Kamu cepetan gabung ke tim kamu. Jangan sampai telat loh. Mau hukuman lagi?”
“Wohow… nggak usah, thanks banget. Emangnya kakak juga anak OSIS ya?”
“Aku ketuanya.”
“Oh…”Aaalamak… “Ya udah aku keluar dulu ya kak. Bye…”
Aku berjalan dengan langkah senang keluar dari kafetaria. Hahaha… meskipun ada si rese Sadam, setidaknya ada copy-annya Justin Bieber di sini. Hahahahahaha. Cukup.
***
Wah… sekolah berjalan seperti komidi putar. Cepet banget. Sekarang aja udah dibagi kelas dan aku tau dimana kelasku. Aku berada di kelas 10.3 dan Elin berada di kelas 10.1. Yah… padahal aku pengen banget satu kelas sama Elin. Coba aja kalian lihat calon teman-temanku. Norak-norak. Bahkan si Miley Barbie satu kelas sama aku. Dia punya genk baru. Dan teman-teman gengknya itu juga sama dandanannya. Ala Barbie. Namanya juga aneh-aneh. Miley—salah satunya—,Jasmine, Selena, dan Demi. Perasaan itu semua nama-nama artis deh -_-“Hey. Lo pasti Lola kan?”
Seorang cewek dengan rambut panjang sepunggung menyapaku. Dia duduk di sampingku tanpa bertanya terlebih dahulu. Wajahnya cantik banget. Sumpah. Kayak Barbie gitu, tapi nggak selebay Miley. Matanya juga berwarna coklat. Eh… mungkin soft lens kali ya.
“Iya. Kok tau?”
“Siapa yang nggak tau cewek paling badung di seluruh kelas 10 ini? Lo kan pembuat onar selama MOS. Anyway, nama gue Renata.” Renata—mungkin calon temanku nantinya—mengulurkan tangannya.
Dan aku menyambutnya. “Lo udah tau nama gue, Renata. Nice to meet you.”
To be continued…
created by: Loveyta Chen

Tidak ada komentar:
Posting Komentar